Inovasi SI Dalam Masa Penanganan
Virus Covid-19
- Non-PCR diagnostic test/ Rapid Detection Test (RDT) Covid-19
BPPT bersama dengan Konsorsium Riset dan Inovasi
Covid-19 yaitu UGM, Unair, Hepatika Mataram, Universitas Mataram, ITB, Unpad
dan sejumlah pelaku industri melakukan pengembangan RDT Kit. RDT Kit yang
terdiri dari dua perangkat, yakni RDT Kit untuk deteksi antibodi IgG/IgM, dan
RDT Kit untuk deteksi antigen micro-chip. DT antibodi IgG/IgM mampu mendeteksi
secara cepat keberadaan virus Covid-19 dalam waktu 5-10 menit cukup dengan
meneteskan darah atau serum pada alat RDT Kit IgG/IgM. RDT Kit ini didesain
menggunakan platform teknologi imunokromatografi yang berbasiskan virus lokal
Indonesia, sehingga diharapkan lebih sensitif dan lebih spesifik untuk orang
Indonesia dibandingkan produk impor.
Salah satu produk IgG/IgM yang dikembangkan merupakan
hasil bersama antara BPPT, UGM, ITB, Unair, PT Hepatika /UNRAM. RDT ini
mempunyai manfaat untuk deteksi antibodi IgM dan IgG orang terpapar Covid19
baik digunakan untuk OTG, ODP, PDP, Post Infeksi dan gambaran Herd Immunity. Alat
ini mempunyai keunggulan praktis diaplikasikan, spesifik, tanpa alat, di mana
saja, cepat paling lama 15 menit. Pada tanggal 19 Mei 2020, telah didapatkan
Nomor Ijin Edar (NIE) dari Kementerian Kesehatan RI dengan nomor AKD
20303020697. Pada minggu ke-2 Mei 2020 telah dilakukan uji validasi pada
beberapa rumah sakit di Yogyakarta, Solo, Semarang dan Surabaya.
Pada bulan Mei ada sebanyak 10 ribu untuk validasi
lapangan di RS di Yogyakarta, Semarang, Solo dan Surabaya. Bulan Juni sekitar
40 ribu alat tes terdistribusi ke rumah sakit. Pada Juli sampai Agustus sekitar
100 ribu hingga 500 ribut alat tes siap diproduksi massal oleh PT Hepatika Mataram,
BPPT dan industri lainnya. BPPT, ITB, UNPAD, PT Pakar Biomedika Indonesia juga
mengembangkan RDT untuk deteksi IgG/IgM berbasis protein S1 dan protein N. Yang
akan dilakukan validasi pada akhir Juli dan akan diproduksi 10 ribu alat tes
pada awal Agustus 2020.
Sementara itu perangkat RDT Kit micro- chip merupakan
alat pendeteksi antigen yang mampu mendeteksi secara dini (early detection)
keberadaan virus Covid-19 dengan menggunakan sensor Surface Plasmon Resonance
(SPR).
Alat tes bisa dilakukan pada pasien dalam pengawasan
(PDP), orang dalam pemantauan (ODP) dan orang tanpa gejala (OTG). Satu
micro-chip dapat mendeteksi sekaligus delapan sampel dari hasil swab. Reagen
biosensor yang dikembangkan lebih sederhana dibandingkan dengan teknik PCR.
Setelah diuji validasi reagen biosensor menggunakan microchip SPR, akhir Juli
2020 produk reagen sejumlah 100 alat diserahkan ke rumah sakit. Kemudian
dilakukan evaluasi produk dari feedback RS akan diberikan di Agustus 2020.
- PCR Test Kit
Alat test PCR yang dikembangkan bersama oleh BPPT,
NUSANTICS dan PT Biofarma ini didesain dengan target gen deteksi SARS-CoV-2
sesuai dengan sekuens virus Indonesia. PCR test kit ini mempunyai sensitivitas
tinggi (100 persen) terhadap SARS-CoV-2 dengan menggunakan sistem terbuka (open
system) sehingga bisa digunakan di berbagai alat RTPCROpen system (bisa digunakan
di berbagai alat RT-PCR.
TFRIC-19 juga telah melakukan distribusi untuk uji
komparasi di 10 institusi di Mikrobiologi UI, RS Tangerang, RSND Semarang,
RSPI, Litbangkes, Eijkman, Labkesda DKI, Labkes Prov Jabar, Kimia Farma, Bio
Farma. Proses produksi secara massal ini memanfaatkan fasilitas produksi PT
Biofarma, termasuk untuk proses pengujian, pengemasan, dan distribusi.
Pengembangan ini sempat terkendala oleh ketersediaan
alat reagen yang saat ini masih harus impor. Meski begitu pada akhir Mei 2020
akan rampung didistribusikan ke rumah sakit serta laboratorium yang menguji
spesimen Covid-19. AlatPCR ini telah berhasil diproduksi sebanyak 50 ribu unit.
Rencananya, alattestPCR ini telah akan diproduksi sebanyak 100 ribu unit pada
akhir Mei 2020.
- Penggunaan AI untuk penanganan Covid-19
Teknologi AI untuk penanganan Covid-19, akan dilakukan
TFRIC-19 melalui Sub-tim Artificial Intelligence. Prinsip kerjanya, berdasarkan
data X-Ray dan CT-Scan dari pasien yang positif dan negatif Covid-19, akan
dibangun model AI. Selanjutnya dibuat software berbasis AI untuk mendeteksi
Deteksi Covid-19 dari CT-scan & X-ray yang dapat digunakan untuk membantu
pendeteksian dini pasien dengan validasi dari radiolog dan dokter. AI bisa
digunakan untuk menjadi landasan pengambilan keputusan dan kebijakan oleh pejabat
yang berwenang. Keunggulan software ini yang dibangun adalah cepat, mudah,
relatif murah, membantu radiolog dan dokter dalam memutuskan diagnosis
Covid-19. Insitusi yang terlibat diantaranya adalah ITB, BPPT, RSCM-UI,
RS-Koja, Untag, Unesa, Politeknik Negeri Malang, Univ. Atmajaya, Unsyiah,
Neurabot Lab, Riset.ai, Zi.care, dan IAIS. Diharapkan sistem yang dikembangkan
ini akan melengkapi atau bersifat komplemen terhadap pengujian berbasis PCR,
maupun Whole Genome Sequencing (WGS) Covid-19 Indonesia.
- Whole Genome Sequencing (WGS) Covid-19 asal Indonesia
WGS juga dilakukan oleh TFRIC-19 untuk tujuan desain
vaksin dan kegiatan epidemiologi Covid-19 di Indonesia. WGS dilakukan untuk
identifikasi whole genome dari virus 2019-nCoV dari beberapa daerah di
Indonesia. TRFIC19 juga membandingkan sekuens dari berbagai virus Indonesia
dengan virus yang ada di berbagai negara yang tersimpan di GISAID. GISAID
sendiri merupakan institusi yang dibuat oleh Pemerintah Jerman dan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) Internasional untuk mempelajari data genetika virus.
Tim juga menganalisa mutasi yang terjadi pada sampel
virus SARS-CoV-2 Indonesia dan membandingkan sekuens virus dari penderita
dengan symptom dan asymptomatic. Diharapkan kegiatan ini mampu mendesain genom
sehingga bisa digunakan universal khususnya di Indonesia untuk produksi obat
dan vaksin Covid-19. WGS serupa juga dilakukan oleh Lembaga Biologi Molekuler
Eijkman. WGS antaran institusi ini dianggap BPPT berguna untuk melengkapi
rangkaian genom virus SARS-CoV-2 dari Indonesia.
WGS diketahui dapat mengarakterisasi virus corona
secara spesifik di Indonesia. Selain itu, WGS juga untuk memonitor dan
mengevaluasi virus corona. Kemudian, WGS juga dapat menentukan seberapa cepat
virus beradaptasi saat menyebar di Indonesia. Serta, WGS juga dapat memprediksi
ancaman pandemi berikutnya. WGS Sars-Cov-2 asal Indonesia merupakan WGS pertama
kontribusi dari Indonesia untuk nasional maupun internasional.
- Emergency Ventilator
Sementara itu, untuk membantu pasien terinfeksi virus
corona yang mengalami gangguan pernapasan, BPPT, PT LEN, PT Polijaya telah mengembangkan
Emergency Ventilator. Produk ini mengadopsi desain open source yang
dikembangkan di Eropa dengan modifikasi sesuai material dan komponen yang ada
di pasar lokal. Ventilator portabel ini menggunakan ambu bag (alat untuk
memompa oksigen atau pipa berkatup). Cara kerja ambu bag ini akan dipompa
dengan alat mekanisme menggunakan motor listrik yang dikendalikan secara
otomatis. Guna mengantisipasi kebutuhan terhadap produksi massal, BPPT juga
telah menjalin kesepakatan dengan tiga industri nasional dari kalangan BUMN dan
swasta.
Saat ini BPPT sedang melakukan uji fungsi dan klinis
oleh yang dijalankan oleh tim dokter yang berasal dari rumah sakit BUMN dan
rumah sakit swasta. Diperkirakan kebutuhan ventilator di Indonesia pada saat
puncak pandemi akan lebih dari 70 ribu unit. Padahal, sementara ini jumlah
ventilator yang tersedia di rumah sakit di seluruh Indonesia diperkirakan tidak
sampai 7 ribu unit.
- Aplikasi Covid Track
BPPT juga telah meluncurkan aplikasi untuk memonitor
keberadaan pasien positif Covid-19 dalam rangka melindungi tenaga medis. Melalui aplikasi ini, ketika seorang
dokter akan melakukan anamnesa dan mulai mendata pasien, berdasarkan NIK yang
dimasukkan, dokter akan tahu apakah pasien tersebut sudah pernah terdata
sebelumnya. Bila data menunjukkan
bahwa pasien berstatus PDP atau konfirmasi positif, aplikasi akan mengirimkan
notifikasi ke dokter, untuk mengambil tindakan preventif.
- Mobile Lab BSL-2
Inovasi selanjutnya adalah Mobile laboratorium Bio Safety Level-2 (BSL-2). Inovasi ini siap untuk difungsikan, dan telah diuji coba di Rumah Sakit (RS) Ridwan Meuraksa, Jakarta Timur, kemarin sore (19/05). "Kami telah merampungkan pembangunan Mobile Lab, atau Laboratorium Bio Safety Level 2 (BSL-2), yang dapat beroperasi secara mobile," urai Kepala BPPT Hammam Riza.
Mobile Lab BSL-2 ini dibangun di atas kontainer yang
diharapkan bisa dikirimkan ke berbagai daerah untuk memudahkan pelaksanaan uji
PCR dalam rangka mendeteksi Covid-19. "Mobile lab BSL-2 ini juga telah
mengikuti standar WHO yang dilengkapi sejumlah peralatan untuk mendukung
pemeriksaan swab Covid-19 antara lain: peralatan PCR untuk tes swab Covid-19,
bio-safety cabinet, dan sistem pemprosesan limbah medis," terangnya.
Sebagai informasi, Mobile Lab BSL-2 merupakan
laboratorium yang dirancang secara mobile untuk deteksi Covid-19. Memiliki
fitur diantaranya memenuhi standar WHO (BSL 2 ), memiliki Biosafety Cabinet
Level II A2, mencegah virus menginfeksi penguji, ruang utama bertekanan
negatif, mencegah virus keluar ke lingkungan, memiliki autoclave (alat pemusnah
limbah).
Fitur lainnya adalah limbah virus dapat langsung
dimusnahkan, pemantauan suhu, tekanan, kelembaban, limbah, CCTV secara otomatis
24 jam, menjamin keamanan lingkungan laboratorium, memenuhi standar
laboratorium pengujian, alur pengujian satu arah (unidirectional flow),
mencegah kontaminasi saat proses pengujian, sistem pencatatan sampel dan
pelaporan hasil yang terintegrasi, mencegah kesalahan pelaporan.
Keunggulan yang dimiliki diantaranya bentuk berupa
standar kontainer berukuran enam meter sehingga mudah untuk dimobilisasi,
dilengkapi teknologi Biosafety dan sistem kendali terotomasi serta sistem
pengawasan terintegrasi, dilengkapi reagen/ test kit BioCoV-19.
0 komentar:
Posting Komentar