Jumat, 29 Januari 2021

Sebutkan, jelaskan dan berikan contoh peralatan-peralatan canggih dari Inovasi Sistem Informasi yang diterapkan atau digunakan dalam masa pandemi Covid 19

 

Inovasi SI Dalam Masa Penanganan Virus Covid-19

 

  • Non-PCR diagnostic test/ Rapid Detection Test (RDT) Covid-19

BPPT bersama dengan Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 yaitu UGM, Unair, Hepatika Mataram, Universitas Mataram, ITB, Unpad dan sejumlah pelaku industri melakukan pengembangan RDT Kit. RDT Kit yang terdiri dari dua perangkat, yakni RDT Kit untuk deteksi antibodi IgG/IgM, dan RDT Kit untuk deteksi antigen micro-chip. DT antibodi IgG/IgM mampu mendeteksi secara cepat keberadaan virus Covid-19 dalam waktu 5-10 menit cukup dengan meneteskan darah atau serum pada alat RDT Kit IgG/IgM. RDT Kit ini didesain menggunakan platform teknologi imunokromatografi yang berbasiskan virus lokal Indonesia, sehingga diharapkan lebih sensitif dan lebih spesifik untuk orang Indonesia dibandingkan produk impor.

Salah satu produk IgG/IgM yang dikembangkan merupakan hasil bersama antara BPPT, UGM, ITB, Unair, PT Hepatika /UNRAM. RDT ini mempunyai manfaat untuk deteksi antibodi IgM dan IgG orang terpapar Covid19 baik digunakan untuk OTG, ODP, PDP, Post Infeksi dan gambaran Herd Immunity. Alat ini mempunyai keunggulan praktis diaplikasikan, spesifik, tanpa alat, di mana saja, cepat paling lama 15 menit. Pada tanggal 19 Mei 2020, telah didapatkan Nomor Ijin Edar (NIE) dari Kementerian Kesehatan RI dengan nomor AKD 20303020697. Pada minggu ke-2 Mei 2020 telah dilakukan uji validasi pada beberapa rumah sakit di Yogyakarta, Solo, Semarang dan Surabaya.

Pada bulan Mei ada sebanyak 10 ribu untuk validasi lapangan di RS di Yogyakarta, Semarang, Solo dan Surabaya. Bulan Juni sekitar 40 ribu alat tes terdistribusi ke rumah sakit. Pada Juli sampai Agustus sekitar 100 ribu hingga 500 ribut alat tes siap diproduksi massal oleh PT Hepatika Mataram, BPPT dan industri lainnya. BPPT, ITB, UNPAD, PT Pakar Biomedika Indonesia juga mengembangkan RDT untuk deteksi IgG/IgM berbasis protein S1 dan protein N. Yang akan dilakukan validasi pada akhir Juli dan akan diproduksi 10 ribu alat tes pada awal Agustus 2020.

Sementara itu perangkat RDT Kit micro- chip merupakan alat pendeteksi antigen yang mampu mendeteksi secara dini (early detection) keberadaan virus Covid-19 dengan menggunakan sensor Surface Plasmon Resonance (SPR).

Alat tes bisa dilakukan pada pasien dalam pengawasan (PDP), orang dalam pemantauan (ODP) dan orang tanpa gejala (OTG). Satu micro-chip dapat mendeteksi sekaligus delapan sampel dari hasil swab. Reagen biosensor yang dikembangkan lebih sederhana dibandingkan dengan teknik PCR. Setelah diuji validasi reagen biosensor menggunakan microchip SPR, akhir Juli 2020 produk reagen sejumlah 100 alat diserahkan ke rumah sakit. Kemudian dilakukan evaluasi produk dari feedback RS akan diberikan di Agustus 2020.

 

  • PCR Test Kit

Alat test PCR yang dikembangkan bersama oleh BPPT, NUSANTICS dan PT Biofarma ini didesain dengan target gen deteksi SARS-CoV-2 sesuai dengan sekuens virus Indonesia. PCR test kit ini mempunyai sensitivitas tinggi (100 persen) terhadap SARS-CoV-2 dengan menggunakan sistem terbuka (open system) sehingga bisa digunakan di berbagai alat RTPCROpen system (bisa digunakan di berbagai alat RT-PCR.

TFRIC-19 juga telah melakukan distribusi untuk uji komparasi di 10 institusi di Mikrobiologi UI, RS Tangerang, RSND Semarang, RSPI, Litbangkes, Eijkman, Labkesda DKI, Labkes Prov Jabar, Kimia Farma, Bio Farma. Proses produksi secara massal ini memanfaatkan fasilitas produksi PT Biofarma, termasuk untuk proses pengujian, pengemasan, dan distribusi.

Pengembangan ini sempat terkendala oleh ketersediaan alat reagen yang saat ini masih harus impor. Meski begitu pada akhir Mei 2020 akan rampung didistribusikan ke rumah sakit serta laboratorium yang menguji spesimen Covid-19. AlatPCR ini telah berhasil diproduksi sebanyak 50 ribu unit. Rencananya, alattestPCR ini telah akan diproduksi sebanyak 100 ribu unit pada akhir Mei 2020.

  • Penggunaan AI untuk penanganan Covid-19

Teknologi AI untuk penanganan Covid-19, akan dilakukan TFRIC-19 melalui Sub-tim Artificial Intelligence. Prinsip kerjanya, berdasarkan data X-Ray dan CT-Scan dari pasien yang positif dan negatif Covid-19, akan dibangun model AI. Selanjutnya dibuat software berbasis AI untuk mendeteksi Deteksi Covid-19 dari CT-scan & X-ray yang dapat digunakan untuk membantu pendeteksian dini pasien dengan validasi dari radiolog dan dokter. AI bisa digunakan untuk menjadi landasan pengambilan keputusan dan kebijakan oleh pejabat yang berwenang. Keunggulan software ini yang dibangun adalah cepat, mudah, relatif murah, membantu radiolog dan dokter dalam memutuskan diagnosis Covid-19. Insitusi yang terlibat diantaranya adalah ITB, BPPT, RSCM-UI, RS-Koja, Untag, Unesa, Politeknik Negeri Malang, Univ. Atmajaya, Unsyiah, Neurabot Lab, Riset.ai, Zi.care, dan IAIS. Diharapkan sistem yang dikembangkan ini akan melengkapi atau bersifat komplemen terhadap pengujian berbasis PCR, maupun Whole Genome Sequencing (WGS) Covid-19 Indonesia.

 

  • Whole Genome Sequencing (WGS) Covid-19 asal Indonesia

WGS juga dilakukan oleh TFRIC-19 untuk tujuan desain vaksin dan kegiatan epidemiologi Covid-19 di Indonesia. WGS dilakukan untuk identifikasi whole genome dari virus 2019-nCoV dari beberapa daerah di Indonesia. TRFIC19 juga membandingkan sekuens dari berbagai virus Indonesia dengan virus yang ada di berbagai negara yang tersimpan di GISAID. GISAID sendiri merupakan institusi yang dibuat oleh Pemerintah Jerman dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Internasional untuk mempelajari data genetika virus.

Tim juga menganalisa mutasi yang terjadi pada sampel virus SARS-CoV-2 Indonesia dan membandingkan sekuens virus dari penderita dengan symptom dan asymptomatic. Diharapkan kegiatan ini mampu mendesain genom sehingga bisa digunakan universal khususnya di Indonesia untuk produksi obat dan vaksin Covid-19. WGS serupa juga dilakukan oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. WGS antaran institusi ini dianggap BPPT berguna untuk melengkapi rangkaian genom virus SARS-CoV-2 dari Indonesia.

WGS diketahui dapat mengarakterisasi virus corona secara spesifik di Indonesia. Selain itu, WGS juga untuk memonitor dan mengevaluasi virus corona. Kemudian, WGS juga dapat menentukan seberapa cepat virus beradaptasi saat menyebar di Indonesia. Serta, WGS juga dapat memprediksi ancaman pandemi berikutnya. WGS Sars-Cov-2 asal Indonesia merupakan WGS pertama kontribusi dari Indonesia untuk nasional maupun internasional.

  

  • Emergency Ventilator

Sementara itu, untuk membantu pasien terinfeksi virus corona yang mengalami gangguan pernapasan, BPPT, PT LEN, PT Polijaya telah mengembangkan Emergency Ventilator. Produk ini mengadopsi desain open source yang dikembangkan di Eropa dengan modifikasi sesuai material dan komponen yang ada di pasar lokal. Ventilator portabel ini menggunakan ambu bag (alat untuk memompa oksigen atau pipa berkatup). Cara kerja ambu bag ini akan dipompa dengan alat mekanisme menggunakan motor listrik yang dikendalikan secara otomatis. Guna mengantisipasi kebutuhan terhadap produksi massal, BPPT juga telah menjalin kesepakatan dengan tiga industri nasional dari kalangan BUMN dan swasta.

Saat ini BPPT sedang melakukan uji fungsi dan klinis oleh yang dijalankan oleh tim dokter yang berasal dari rumah sakit BUMN dan rumah sakit swasta. Diperkirakan kebutuhan ventilator di Indonesia pada saat puncak pandemi akan lebih dari 70 ribu unit. Padahal, sementara ini jumlah ventilator yang tersedia di rumah sakit di seluruh Indonesia diperkirakan tidak sampai 7 ribu unit.

 

  • Aplikasi Covid Track

BPPT juga telah meluncurkan aplikasi untuk memonitor keberadaan pasien positif Covid-19 dalam rangka melindungi tenaga medis. Melalui aplikasi ini, ketika seorang dokter akan melakukan anamnesa dan mulai mendata pasien, berdasarkan NIK yang dimasukkan, dokter akan tahu apakah pasien tersebut sudah pernah terdata sebelumnya. Bila data menunjukkan bahwa pasien berstatus PDP atau konfirmasi positif, aplikasi akan mengirimkan notifikasi ke dokter, untuk mengambil tindakan preventif.

 

  • Mobile Lab BSL-2

Inovasi selanjutnya adalah Mobile laboratorium Bio Safety Level-2 (BSL-2). Inovasi ini siap untuk difungsikan, dan telah diuji coba di Rumah Sakit (RS) Ridwan Meuraksa, Jakarta Timur, kemarin sore (19/05). "Kami telah merampungkan pembangunan Mobile Lab, atau Laboratorium Bio Safety Level 2 (BSL-2), yang dapat beroperasi secara mobile," urai Kepala BPPT Hammam Riza.

Mobile Lab BSL-2 ini dibangun di atas kontainer yang diharapkan bisa dikirimkan ke berbagai daerah untuk memudahkan pelaksanaan uji PCR dalam rangka mendeteksi Covid-19. "Mobile lab BSL-2 ini juga telah mengikuti standar WHO yang dilengkapi sejumlah peralatan untuk mendukung pemeriksaan swab Covid-19 antara lain: peralatan PCR untuk tes swab Covid-19, bio-safety cabinet, dan sistem pemprosesan limbah medis," terangnya.

Sebagai informasi, Mobile Lab BSL-2 merupakan laboratorium yang dirancang secara mobile untuk deteksi Covid-19. Memiliki fitur diantaranya memenuhi standar WHO (BSL 2 ), memiliki Biosafety Cabinet Level II A2, mencegah virus menginfeksi penguji, ruang utama bertekanan negatif, mencegah virus keluar ke lingkungan, memiliki autoclave (alat pemusnah limbah).

Fitur lainnya adalah limbah virus dapat langsung dimusnahkan, pemantauan suhu, tekanan, kelembaban, limbah, CCTV secara otomatis 24 jam, menjamin keamanan lingkungan laboratorium, memenuhi standar laboratorium pengujian, alur pengujian satu arah (unidirectional flow), mencegah kontaminasi saat proses pengujian, sistem pencatatan sampel dan pelaporan hasil yang terintegrasi, mencegah kesalahan pelaporan.

Keunggulan yang dimiliki diantaranya bentuk berupa standar kontainer berukuran enam meter sehingga mudah untuk dimobilisasi, dilengkapi teknologi Biosafety dan sistem kendali terotomasi serta sistem pengawasan terintegrasi, dilengkapi reagen/ test kit BioCoV-19.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Label